Monday 28 May 2012

Organisasi Nirlaba di Indonesia : Penerapan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban kepada Publik

Julian Cholse


Organisasi Nirlaba di Indonesia : Penerapan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban kepada Publik
Oleh : Julianto – 17862 Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Ilustrasi Organisasi Nirlaba
Sebagaimana kita ketahui bersama organisasi nirlaba memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan organisasi yang berorientasi kepada profit yang sering juga disebut sebagai organisasi bisnis. Organisasi nirlaba dalam menjalankan kegiatannya tidak semata-mata di pengaruhi oleh profit (biasanya menggunakan istilah selisih lebih) dan jika hal tersebut terjadi selisih lebih tersebut akan digunakan untuk stakeholder atau kepentingan publik.

Di dalam organisasi nirlaba kepemilikan tidak seperti pada kepemilikan pada organisasi bisnis, artinya bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual dialihkan, atau ditebus kembali dan dana sumber daya organisasi nirlaba biasanya berasal dari sumbangan para donatur tanpa mengharapkan adanya pengembalian atas donasi yang mereka berikan. Walaupun donatur tidak mengharapkan adanya pengembalian atas sumbangan mereka, mereka tetap menginginkan pelaporan, dan pertanggung jawaban atas dana yang mereka berikan. Para donatur ingin tahu bagaimana dana yang mereka berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk kepentingan publik buka untuk di gelapkan.

Akhir-akhir ini sering kita mendengar isi-isu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM / Non Government Organization) digunakan sebagai kedok bagi sejumlah orang untuk meraup keuntungan pribadi. Mungkin anda pernah menerima amplop atau kotak di bus umum yang mengatas namakan panti asuhan tertentu namun setelah ditelusuri keberadaan panti tersebut tidak jelas, hal tersebut merupakan salah satu contohnya. Sebagai satu contoh konkrit yang terungkap sekitar September 2011, kasus Panti Sosial Tresna Wedha di Pare-pare Sulawesi dan menjadi headline di berbagai media selama lebih dari tiga hari. Betapa mirisnya para penghuni disuguhi makanan basi oleh pengelola panti. Tak cukup sampai disitu dikabarkan pula bahwa tempat huni yang tidak layak tinggal bahkan redaksi yang mengabarkan mengatakan lebih nyaman di penjara daripada di panti sosial tersebut yang notabane nya adalah organisasi nirlaba. Atas beberapa kasus dan ilustrasi yang telah disebutkan di atas dirasa perlu dan hal tersebut merupakan suatu alasan mengapa laporan keuangan menjadi penting.

Menyusun laporan keuangan memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan apalagi memang untuk diterpakan pada organisasi nirlaba yang mempunyai scope yang kecil dan biasanya sumberdayanya kurang. Namun, hal tersebut bukan menjadi alasan karena organisasi nirlaba dapat membuat laporan keuangan sederhana tanpa harus mengacu kepada standar pelaporan keuangan entitas nirlaba sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45 (PSAK 45). Harapannya dengan melakukan penyusunan laporan keuangan tersebut dapat memberikan informasi kepada regulator, donatur dan pertanggungjawaban kepada publik.

Berdasarkan PSAK 45 laporan keuangan entitas nirlaba meliputi laporan posisi keuangan pada akhir periode pelaporan, laporan aktivitas serta laporan arus kas untuk satu periode pelaporan, dan catatan atas laporan keuangan.  Walau pelaporan akuntansi mengenai entitas nirlaba telah jelas diatur dalam PSAK 45 tetap saja masih banyak organisasi nirlaba di Indonesia yang belum sanggup untuk melaksanakannya. Seperti yang telah disebutkan di atas, keterbatasan sumber daya dan organisasi yang scope nya kecil menjadi salah satu faktor yang membuat pelaksanaan PSAK 45 belum banyak diterapkan.

Beberapa organisasi nirlaba telah mampu menerapkan PSAK 45 baik full mengacu pada PSAK 45 atau yang tidak hanya mengacu kepada PSAK 45 saja, beberapa organisasi nirlaba menggunakan pedoman tambahan hal ini mengingat organisasi nirlaba mempunyai karakteristik sendiri seperti Keuskupan Agung Semarang yang mempunyai Petunjuk Teknis Pengelolaan Keuangan dan Akuntansi Paroki, Partai Politik dan Rumah Sakit yang juga mempunya pedoman tersendiri juga. Terdapat pula beberapa organisasi nirlaba yang telah menjalankan fungsi auditor independen dan menggunakan basis akrual dan mereka mem-publish laporan tersebut kedalam web masing-masing.

Sebagaimana yang telah penulis katakan sebelumnya organisasi nirlaba masih banyak yang belum menjalankan fungsi akuntabilitasnya dengan baik dan benar karena memang hal tersebut cukup sulit untuk dilakukan. Sebagai ilustrasi pemilik panti asuhan membeli peralatan panti asuhan, perlengkapan dan hal lain berkaitan dengan panti, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana memastikan antara kebutuhan perlengkapan, peralatan, listrik dan hal lainnya yang berkaitan dengan panti asuhan tidak digunakan dengan pemilik untuk kebutuhan pribadinya? Bukankah seharusnya dalam akuntansi hal tersebut seharusnya di bedakan?. Tentu kasus –kasus demikian akan sulit diatasi.

Sadar atau tidak sering kali kita berhadapan dengan organisai nirlaba, dan perkembangannya juga cukup pesat di Indonesia terutama di bidang keagamaan dan pendidikan. Gereja-gereja baru berdiri, lembaga infaq yang semakin menjamur dan meningkat pesatnya jumlah sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Perkembangan tersebut terjadi karena kebutuhan masyarakat akan organisasi nirlaba berkembang pesat. Melalui perkembangan tersebut dan kemudahan akses informasi membuat publik sadar bagaimana organisasi nirlaba melakukan pengelolaan keuangan, bagaimana pemerintah sebagai regulator mengawasi kegiatan organisasi nirlaba. Memang pada akhirnya semua hal tersebut akan bertumpu pada masyarakat bagaimana untuk menyikapi hal tersebut dan melakukan aksi tentunya.






Opini  ini termuat dalam Kompasiana (http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/05/28/organisasi-nirlaba-di-indonesia-penerapan-akuntansi-pelaporan-dan-pertanggungjawaban-kepada-publik/)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Julian Cholse