Friday 11 November 2011

Kacau dan Kecewa Tapi Bhagia

Julian Cholse


Hei kawan !!! Dulu aku punya kawan, bukan dulu sekali, barangkali 2 tahun lalu yg telah berlalu. Indah sekali tak ingin kulupakan segalanya dengan dia, manis, tawa canda riang bersama dia, sungguh sangat indah pastinya.

Ia baik kawan, awalnya aku biasa pastinya, yah manusia menalurikannya, jadilah benih kasih, he ee tapi karena ada yang mengganjal dalam benak, dan ketakutanku kuputuskan tuk diam saja, karena pada saat itu dia juga punya satu. Satu yang dia miliki, waktu itu aku melihatnya dengan seorang, sakit, bener sakit, tapi kujalani dengan bahagia walau benar berat sungguh..

2 tahun berlalu dia punya satu yang baru lagi. Aku salah tak mengaku padahal dulu aku sempat berikan dia sesuatu. Sesuatu yang sempat membuat dia bertanya maksud sesuatu itu, aku hanya menjawab itu hanya sesuatu dari seorang yang ingin membuatmu jadi sesuatu. Kuharap sih demikian tapi jawabanku hanya dalam hati ku urungkan dan kukatakan bukan sesuatu hanya kado sesuatu dari teman baikmu.

Yah itulah kesalahanku aku takut dia tak bahagia dengan ku sebab dia punya segalanya, tapi aku? Siapa? Si miskin menderita dan tak mungkin aku menodai persahabatan yang kucintai. Aku hanya menanti sebuah keajaiban besar dalam kegelapan yang selalu menaungi hatiku. Maafkan aku bukan bagian hidupmu. Namun begitu aku rela menantimu dipengujung waktu mu.

Kutahu cintaku terbatas dan tak sempurna namun aku mau mencintaimu tanpa syarat sebagaimana kau mencintaiku tanpa syarat…. Berbahagialah kau dengan yang kau pilih aku hanya dapat berdoa dikehidupan kedua aku takkan bodoh seperti ini.. semoga kau tahu apa yang kurasa, sbab aku mlihat satu dihatimu yaitu aku,…

Sarang heyo.  .


Saturday 5 November 2011

Aku Orang yang Bodoh

Julian Cholse

Pernah suatu kali aku yakin bahwa aku sangat menyayangi seseorang. Bodohnya aku, aku yakin bahwa dia pun merasakan hal yang sama. Saat kita terpisah, aku merasa hal itu tidak adil. Sempat tersirat beribu-ribu kali dibenakku untuk mengungkapkan semua perasaanku yang meluap-luap ini kepadanya. Untungnya, itu belum benar-benar terjadi. Namun bodohku, aku pernah mengubunginya untuk sekedar mengucapkan maaf. Dia bingung, untuk apa aku meminta maaf, karena pada kenyataannya kami memang sudah sangat lama tidak pernah bertemu, tidak pernah berkomunikasi, lalu apa yang salah?
Dan, saat itu lah aku baru sadar: betapa bodohnya aku. Untung saat itu aku tidak menjabarkan kalimat:
salahku: aku kangen sama kamu,
salahku: aku pengen ngobrol sama kamu,
salahku: aku orang yang bego,
salahku: aku punya niat buat ngakuin semua itu,
salahku: aku bukan siapa2mu...

sekarang terserah, kamu mau anggep aku bego, idiot, sinting, gila.. ga papa...

tapi, aku—untuk beberapa kali saja dalam hidupku—melakukan sesuatu yang sangat sering dilakukan orang lain. Dan bagian kecil dari hidupku inilah, bagian kecil ini, yang hanya memakan waktu tiga puluh detik, aku sebut sebagai berfikir. Aku berfikir, mempertimbangkan apa yang kira-kira akan terjadi jika aku menjabarkan kalimat-kalimat penuh kebodohan itu. Dan untungnya untuk beberapa kali saja dalam hidupku, aku dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat. Aku mengabaikan persaanku, dan berusaha untuk tenang menghadapi kenyataan yang memang lebih sering menyakitkan.
* * *
Saat seseorang ingin berbicara atau bertindak, biasanya mereka mempertimbangkan terlebih dahulu apa yang pantas dan tidak pantas untuk mereka ucapkan kepada seseorang atau untuk mereka lakukan, bahkan seorang sahabat pernah berkata kepadaku “do what you think, and think what you do”. Dengan sangat jelas dalam kalimat tersebut dinyatakan bahwa sebelum melakukan sesuatu, kita harus berfikir: do what you think. Dan, yang berikutnya harus kita lakukan adalah mengevaluasi: think what you do.
Sekalipun aku mengetahui hal ini, dan sahabatku sudah sangat sering mengucapkannya untukku, entah mengapa bagiku kalimat tersebut sangat sukar untuk aku terapkan dalam kehidupanku. Mungkin bukan karena aku tidak bisa, namun lebih karena aku tidak mau.
Aku tidak mau berlelah-lelah untuk berfikir sebelum melakukan sesuatu, namun di akhir saat aku mengevaluasi apa yang telah aku ucapkan atau apa yang telah aku perbuat, saat itu lah masalah mulai muncul dalam batinku. Jika apa yang aku ucapkan atau apa yang aku lakukan salah, saat itu pula aku segera mengoreksi diriku, aku mengoreksi setiap tindakan yang aku buat. Aku mencaci maki diriku karena segala kebodohan yang aku lakukan. Dan, aku merasa jauh sangat bodoh, karena aku tidak mau meluangkan waktu barang tiga puluh detik saja untuk berfikir sebelum aku mengucapkan atau melakukan sesuatu.
Yah,
Aku memang orang yang bodoh.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Julian Cholse