Friday 14 September 2012

ETHICS AND CORRUPTION ACT (Etika dan Tindakan Korupsi)

Julian Cholse


Meninjau Korupsi dari Segi Etika Bisnis

A.    LATAR BELAKANG
Etika dalam kehidupan sosial
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro ada pula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. karena dapat menjadi suatu  “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas yang disebabkan  sulitnya memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi tidak hanya dilakukan oleh perusahaan pemerintah tetapi juga dilakukan oleh perusahaan swasta, salah satunya adalah kasus tentang dugaan korupsi mengenai proyek pemulihan lahan bekas tambang minyak atau bioremediasi  dari tahun 2003-2011 di PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Riau, dengan nilai kerugian negara mencapai US$ 270 juta
Proyek bioremediasi merupakan bagian dari proyek kerja sama eksplorasi pertambangan antara PT Chevron dan BP Migas. Dalam proyek bioremediasi tersebut  PT Chevron menggandeng PT Green Planet dan PT Sumigita sebagai pelaksana. Prosesnya ada yang melalui tender dan penunjukkan langsung.
Sistem anggaran dalam proyek tersebut menggunakan cost recovery. Kedua perusahaan ini diminta melaksanakan proyek terlebih dahulu sementara pembayarannya diajukan atau diklaimkan ke BP Migas sebagai cost recovery PT Chevron selama rentang waktu 2003 sampai 2011.

Akan tetapi, saat melakukan kegiatan pengadaan proyek Bioremediasi,  PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya sebagai pihak ketiga, tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah. Kedua perusahaan tersebut hanya perusahaan atau kontraktor umum saja sehingga dalam pelaksanaannya, proyek tersebut adalah fiktif belaka (tidak dikerjakan). Namun di sisi lain  dana proyek  terus diklaimkan ke negara melalui BP Migas.
Setelah mendalami dan menyelidiki kasus ini, pada tanggal 16 Maret 2012, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi  proyek yang berada di Riau ini. Lima orang dari PT Chevron Pacific Indonesia sedangkan dua lainnya dari kontraktor. Lima tersangka dari Chevron adalah Alexiat Tirtawidjaja (AT), Widodo (WD), Kukuh (KK), Endah Rubiyanti (ER) dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF). Sementara itu, dua tersangka dari perusahaan lain adalah Ricksy Prematuri (RP) selaku Direktur perusahaan kontraktor PT Green Planet Indonesia dan Herlan (HL) selaku Direktur PT Sumigita Jaya.
Namun, di sisi lain, pihak PT Chevron Pasific Indonesia menampik anggapan yang dilontarkan oleh  Kejagung tersebut. Mereka menegaskan bahwa proyek tersebut benar-benar dilakukan dan hanya secara kasat mata memang tidak terlihat karena memproses tanah bekas tambang berbeda dengan proyek umumnya.
Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai  kasus dugaan  korupsi yang dilakukan oleh PT Chevron Pasific Indonesia dengan mengkaitkannya melalui etika bisnis yang ada di Indonesia.


B.     ANALISIS
Dilihat dari definisi korupsi, Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,merugikan kepentingan umum dan negara. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi merupakan suatu tindak penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut, yaitu perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana prasarana yang ada, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Selain itu, menurut Wijayanto, Ridwan Zachrie (2009) terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi, diantaranya: penggelapan dana, pemerasan,  pemberian atau penerimaan hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan penerimaan gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara) dan benturan kepentingan dalam pengadaan.
Korupsi yang telah merajalela dan tumbuh subur di banyak perusahaan didasari oleh adanya pelanggaran etika yang ada di berbagai tempat termasuk di dalam dunia bisnis.  Oleh karena itu, dapat dijelaskan terlebih dahulu mengenai etika.Menurut Bartens (2000), etika mempunyai arti yaitu kebiasaan, akhlak atau watak. Etika bisnis berkaitan dengan berbagai hal berikut :
  perilaku yang baik dan buruk atau benar dan salah yang terjadi dalam konteks bisnis (Carroll dan Buchholtz, 2006)
  Pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4).
  Batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Hardjanto,
Apabila dikaitkan antara teori-teori mengenai korupsi dan etika bisnis, dapat menunjukkan bahwa kasus tersebut merupakan suatu tindak korupsi yang dilakukan oleh PT Chevron Pasific Indonesia, PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya, dimana ketiganya memiliki kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) yang berakibat pada kerugian bagi kepentingan public dan negara  untuk memperoleh keuntungan pribadi dan korporasi masing-masing.
Korupsi yang telah dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut termasuk jenis tindak pidana korupsi penggelapan dana, karena tidak dilaksanakannya  proyek bioremediasi dengan semestinya serta dana proyek yang digunakan sebagai cost recovery tetap diklaim oleh ketiga perusahaan tersebut ke negara melalui pihak BP Migas.
Dalam kasus tersebut, korupsi yang dilakukan oleh perusahaan yang menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat disebabkan adanya hal berikut : kurang adanya sikap keteladanan pimpinan, tidak adanya budaya organisasi yang benar, kelemahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi, dan nilai-nilai di lingkungan organisasi kondusif untuk terjadinya korupsi karena dugaan korupsi di tubuh Chevron ini sebenarnya hanya satu dari deretan dugaan penyelewengan yang ada. Seperti masalah Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul alias Gathering Station Modification(GSM) senilai lebih dari 23,8 juta dolar AS, tetapi total duit proyek modifikasi yang dilaporkan hampir 34 juta dolar AS, proyek listrik PT. Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) anak perusahaan Chevron yang membikin negara rugi sebesar 210 juta dolar AS.
Korupsi dan etika bisnis menjadi dua istilah yang saling berhubungan. Etika Bisnis menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dalam suatu organisasi untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Oleh karenanya, korupsi yang dilakukan oleh PT Chevron Pasific Indonesia, PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya merupakan perbuatan yang sangat mencoreng etika dalam berbisnis, karena dalam Etika bisnis tidak mengajarkan seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi yang sangat jelas merugikan semua pihak dimana dalam kasus ini sangat merugikan berbagai pihak yaitu  negara,  karena telah mengeluarkan uang sebesar US$ 270 juta  guna mendukung proyek tersebut, masyarakat, karena gagalnya pemulihan lahan bekas tambang minyak, bahkan  sang pelaku korupsi itu sendiri, karena hilangnya kepercayaan masyarakat dan pemerintah sehingga menyebabkan adanya gangguan terhadap penanaman modal untuk jangka waktu mendatang.
Oleh karena itu, ketiga perusahaan yang menjadi tersangka terkait kasus korupsi tersebut harus memiliki dan mengembangkan nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang dapat menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya dengan menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan.


C.     KESIMPULAN

Dengan adanya kasus dugaan tindakan korupsi yang dilakukan oleh PT Chevron Pasific Indonesia, PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya terhadap BP Migas menjadi sebuah tanda bahwa etika bisnis masih belum dilaksanakan dengan baik. Karena untuk membangun Indonesia bebas dari korupsi, diperlukan sebuah etika. Penanaman etika ini bertujuan agar tindakan korupsi tidak dijadikan warisan budaya bangsa dan organisasi. Pemikiran ini, merupakan  sebuah langkah yang tepat untuk memperbaiki negeri ini, dalam memerangi korupsi.  Jika penanaman etika ini terbentuk, maka akan terciptanya penegakan hukum dan kesejahteraan bagi rakyat. Korupsi yang terjadi selama ini, telah menghancuran sendi-sendi kehidupan, bukan hanya sebatas  perekonomian dan bisnis semata, tetapi mampu merubah budaya yang ada di masyarakat

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Julian Cholse