Sunday 10 April 2011

SENGKETA LAHAN PT TOM DAN PT PLN (Sengketa Bisnis)

Julian Cholse

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah

PT Timor Osuky Mutiara (TOM) di perairan Kupang Barat terlibat sengketa lahan dengan PT PLN (Persero). Sengketa tersebut bermula dari adanya hambatan PT PLN dalam membangun tenaga listrik pembangkit uap di kawasan perairan Bolok. ........ Pihak PLN pun sudah memenuhi seluruh perijinan yang diperlukan.” Sulistio menjelaskan bahwa pembangunan PLTU sendiri sudah sesuai dengan keputusan presiden yang berkaitan dengan kelistrikan. Menurutnya pembangunan PLTU ini sudah harus dilaksanakan demi kepentingan banyak orang karena listrik merupakan salah satu hal yang penting terutama untuk mengatasi krisis listrik di Pulau Timor.

Pihak PLN sendiri sebetulnya sudah ingin membangun tiga tenaga listrik untuk menangani krisis listrik di Pulau Timor, tiga pembangkit itu adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok di Kabupaten Kupang berkapasitas 2 x 6,5 megawatt (Mw), PLTU Atambua di Kabupaten Belu berkapasitas 4 x 6 Mw, dan ........ Untuk saat ini, penyelesaian masalah sengketa tersebut dilakukan dengan jalan mediasi yaitu proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian (http://www.pn-yogyakota.go.id/pnyk/component/content/article/8/19-layanan-mediasi.html).

Dalam mediasi, yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik. Dalam konflik antara PT TOM dengan PT PLN proses mediasi dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) NTT Fransiskus Salem, PT TOM diwakili salah seorang manejernya, Toni Sumanti dan PLN diwakili Manager Teknik PLN Wilayah NTT, Sulistio.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah sengketa lahan tersebut termasuk dalam wanprestasi atau Perbuatan Melawan Hukum ?
b. Siapakah yang tetap berhak untuk berada di wilayah tersebut ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk mengetahui lebih jelas permasalahan sengketa lahan yang terjadi dengan PT TOM dan PT PLN, apakah PT TOM yang berhak berada di wilayah tersebut atau PT PLN. Serta bagaimana solusi terbaik untuk kedua PT tersebut karena kedua PT tersebut sama-sama memberikan keuntungan bagi masyarakat. Selain itu pembuatan paper ini juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sengketa lahan PT TOM dengan PT PLN

Saat ini Timor Osuky Mutiara (TOM) dan PT PLN tengah menjalani proses penyelesaian secara mediasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) NTT Fransiskus Salem. PT TOM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang budidaya mutiara. Perusahaan tersebut adalah perusahaan swasta milik investor dari Jepang yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia di wilayah perairan Kupang Barat dan beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 3 Kupang NTT. PT TOM kini terlibat sengketa lahan dengan PT PLN (Persero). Hal ini terjadi pada saat PT PLN hendak membangun PLTU untuk menangani krisis listrik di Pulau Timor yang seharusnya terlaksana pada tanggal 9 Desember 2010 lalu terhambat oleh PT TOM yang tidak ingin dengan kehadiran PT PLN yang hendak membangun PLTU akan merusak budidaya mutiara dengan limbah dari PLTU yang akan mencemari perairan.

Sebenarnya................koordinat pun jelas dikatakan oleh Sekretaris Komisi C DPRD NTT, Syahlan Kamai bahwa, “aturannya adalah minimal 200 meter jarak dari titik ordinat itu tidak boleh dilakukan kegiatan. Jika hal itu dilanggar maka akan menghalangi pihak lain. Oleh karena itu, hal yang sangat penting adalah asas ketaatan terhadap aturan harus ditegakkan.” Anggota DPRD NTT dari Komisi B, Somie Pandie mengatakan, pihaknya mendapat surat soal kemelut antara PLN dan PT TOM terkait lokasi investasi. karena ada juga laporan dari masyarakat bahwa PT TOM sudah banyak masuk ke laut sehingga bisa menghalangi lalu lintas kapal terutama kapal feri. Sengketa lahan antara PT TOM dengan PT PLN berujung pada penggeseran paksa jaring tersebut agar pihak PLTU dapat merapatkan kapal yang mengangkut peralatan proyek PLTU. Bahkan dalam penggeseran paksa jaring tersebut sempat terjadi ketegangan antara pihak PLTU yang dikawal aparat Pol Air dengan aparat keamanan PT TOM.

Akhirnya pada tanggal 9 Maret 2011 akhirnya pembangunan dermaga batubara PLTU Bolok dimulai dengan acara pemancangan tiang dermaga. Manager Proyek PLTU Bolok, Ari S. Mengatakan, ‘’Semula kami ingin memulai pembangunan tiang dermaga ini 9 Desember, tapi mengalami penundaan hingga 9 Maret. PLTU Bolok merupakan salah satu proyek percepatan 10.000 MW yang diatur dalam keputusan presiden (Kepres), yang menjadi kendala, beberapa meter dari tiang pancang tersebut, terdapat pembudidayaan mutiara milik PT TOM.”

2.2. Analisis Penyelesaian Sengketa Lahan

Terkait dengan kasus sengketa lahan antara PT TOM dengan PT PLN adalah kasus sengketa bisnis wanprestasi yaitu secara kontraktual (terikat kontrak). Penyelesaian sengketa tersebut pun dapat ditempuh dengan dua jalur yaitu secara Litigasi (pengadilan) dan non Litigasi (negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan arbitrase). Dalam penyelesaian kasus ini telah ditetapkan dengan menggunakan jalur non litigasi yaitu secara mediasi.

Sesuai dengan ijin yang berlaku untuk PT TOM, PT TOM telah mendapatkan ijin untuk melakukan usaha budidaya mutiara akan tetapi PT TOM telah melanggar ijin usahanya dengan melakukan budidaya mutiara melebihi titik koordinat 200 meter dari jarak koordinat hingga melebihi batas perijinan usaha. Hal tersebut telah mengganggu kegiatan nelayan di perairan Bolok serta kegiatan lainnya dengan sulitnya kapal untuk melewati perairan.

.....

Menurut Kepala Biro (Karo) Ekonomi Sekretaris Daerah (sekda) NTT, Erasmus Lenggu pun mengatakan, “sebenarnya persoalan itu adalah hal yang sangat sederhana yakni PT. Tom harus kembali ke titik ordinat. Tidak ada hal yang rumit jika PT. Tom taat aturan yakni bekerja sesuai areal yang sudah ditentukan.” Ia mengatakan, akibat dari PT. Tom tidak taat aturan maka PLTU dirugikan sehingga yang jelas masyarakat juga dikorbankan sebab kebutuhan listrik adalah hal penting. "Kita harap agar tidak ada pihak yang menjadi korban sehingga pemerintah tetap betindak tegas terhadap PT. Tom untuk bekerja sesuai dengan aturan," katanya.



BAB III
KESIMPULAN

Seharusnya pemerintah dapat lebih tegas dalam mengatasi masalah sengketa lahan tersebut. Sudah jelas terlihat bahwa PT TOM melanggar ketentuan yang berlaku. Apabila Permerintah mengambil tindakan yang tegas maka pembangunan PLTU tidak akan mengalami hambatan, sehingga krisis listrik yang ada di Pulau Timor yang sangat mendesak dapat segera teratasi.

......


Untuk Kelengkapan isi makalah silahkan Download



Saturday 9 April 2011

PENENTUAN TEMA KARANGAN ILMIAH

Julian Cholse

A. PENGANTAR

Menulis karangan ilmiah memang bukanlah hal yang mudah. Sebuah karangan ilmiah harus dapat menyajikan data dan mengolahnya dengan kualifikasi yang sempurna dengan maksud menyampaikan “sesuatu” kepada pembacanya,sebab suatu karangan ilmiah harus selalu bermakna. Oleh karena itu karangan ilmiah harus memiliki dasar pemikiran yang dapat disajikan secara tepat,akurat,logis dan sistematis. Setelah hal – hal diatas terpenuhi maka pembaca karangan ilmiah akan mampu menangkap maksud dan amanat dari karangan ilmiah tersebut.

Seorang penulis melalui tulisannya wajib menyampaikan suatu amanat atau pesan yang bermakna. Oleh karena hal itu perlu amanat tersebut seharusnya menjadi dasar pemikiran sejak awal penulisan karangan ilmiah. Amanat pokok itulah yang sering dikenal dengan sebutan tema.

Menurut arti katanya tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan”. Kata ini berasal dari bahasa Yunani tithenai yang berarti “menempatkan “ atau “meletakkan”. Namun dalam kehidupan sehari-hari kata tema seringkali dikacaukan pula pemakaiannya dengan istilah topik. Kata topik berasal dari kata Yunani “topoi” yang berarti tempat. Dirumuskan pula oleh Aristoteles bahwa untuk menggambarkan sesuatu kita harus melihat topoi atau tempat terjadinya peristiwa tersebut.

Dalam karang mengarang,pengertian tema dapat dilihat dari dua sudut ,yaitu sudut karangan yang telah selesai dan dari sudut proses penyusunan sebuah karangan.
Dilihat dari sudut sebuah karangan yang telah selesai ,tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Setelah pembaca selesai membaca suatu karangan maka makna dari karangan itu akan meresap dalam pikirannya. Secara langsung pembaca akan memahami maksud karangan yang dirangkai oleh kalimat-kalimat dalam karangan.

Dari segi proses penulisan tema dapat dibatasi dengan rumusan-rumusan tertentu. Sebelum menulis sebuah karangan penulis harus memilih suatu pokok pembicaraan atau topik,sehingga dengan begitu penulis telah menempatkan satu tujuan yang ingin disampaikan denga landasan topik tadi. Bardasarkan hal ini,pengertian tema dapat dibatasi sebagai:suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi.

Sebagai contoh,sebuah esai merumuskan kalimat tema dalam sebuah kalimat singkat: “Karena ambisi perusahaan untuk meraup sebanyak mungkin keuntungan,tanggung jawab sosial perusahaan pun diabaikan.” Inti dari esai panjang yang menggambarkan buruknya perilaku perusahaan yang ingin mencapai keuntungan semaksimal mungkin,lalu mengabaikan tanggung jawab sosialnya dengan melakukan perusakan lingkungan oleh limbah,pengeksploitasian sumber daya alam yang berlebihan bahkan perlakuan yang tidak sesuai pada para pekerjannya,itulah yang disebut tema.

Sebuah tema dapat dinyatakan dalam kalimat singkat seperti diatas. Tetapi tema dapat pula mengambil bentuk yang lebih luas yang berupa alinea atau rangkaian dari alinea-alinea. Bentuk yang seperti demikian dinamakan ikhtisar atau ringkasan. Namun,ada perbedaan antara ikhtisar dan tema karena dalam ikhtisar masih disebutkan para pelaku dan alur ceritanya. Ringkasan merupakan uraian secara komplit dalam bentuk singkat,sedangkan tema merupakan sari dasar atau amanat yang akan disampaikan penulis.

Panjangnya sebuah tema tergantung dari seberapa banyak hal yang ingin disampaikan sebagai tujuan utama,dan kemampuan penulis mengemukakan ilustrasi yang jelas dan terarah. Kedudukan tema secara lebih konkret dapat dilihat dalam hubungan antara kalimat topik dan alinea. Kalimat topik merupakan tema dari sebuah alinea. Sedangkan kalimat-kalimat lain hanya berfungsi untuk memperjelas kalimat topik atau tema alinea tersebut.

Dengan kata lain tema mutlak selalu ada dalam sebuah karangan ilmiah,karena sesuai hakikatnya,sebuah karangan ilmiah harus menyampaikan gagasan yang bermakna pada setiap pembacanya. Karena makna tersebutlah yang menjadi nilai bagi sebuah tulisan sekaligus menjadi dasar pemikiran penulis dalam menyusun karyanya.


B. MERUMUSKAN TEMA KARANGAN

1) Memilih Topik

Ketika penulis ingin merumuskan sebuah karangan masalah pertama yang dihadapi adalah perumusan topik atau pokok pembicaraan. Penetapan topik merupakan suatu keahlian namun hal ini sering kali menjadi beban bagi para penulis pemula. Sesungguhnya sumber-sumber yang ada disekitar kita telah menyediakan bahan yang belimpah-limpah. Segala sesuatu yang dapat menarik perhatian kita dapat dijadikan topikdalam karangan kita. Hal-hal sederhana seperti pengalaman-pengalaman masa lampau, personalan-persoalan kemasyarakatan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain, dapat menjadi pokok pembicaraan dalam karangan yang kita buat.

Pokok-pokok persoalan yang dijadikan topik karangan harus disajikan dalam bentuk-bentuk tulisan, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, atau argumentasi.
Narasi merupakan sebuah bentuk yang mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis. Pada umumnya, narasi memaparkan suatu hal bedasarkan periode waktu. Narasi biasanya dipergunakan dalam bentuk karangan semacam biografi, roman, novel, sejarah, dan sebagainya.

Deskripsi beusaha menggambarkan suatu hal sesuai dengan keadaan yang ditangkap oleh pancaindera. Deskiripsi bertalian dengan pelukisan suatu objek dengan menggambarkan cirri atau situasi yang nampak, misalnya suasana sore hari di pelabuhan, keadaan gedung-gedung bersejarah di kota Jakarta, dan ramainya lalu lintas kota di siang hari.

Ketika sebuah tema diuraikan dalam sebuah proses yang meliputi langkah-langkah runtut atau urutan-urutan cara atau membuat mengerjakan sesuatu, tulisan tersebut dikatagorikan dalam bentuk eksposisi. Eksopsisi bertujuan untuk memberikan penjelasan atau informasi untuk melikiskan sebuah proses dalam berbagai macam variasi, misalnya bagaimana mereboisasi hutan yang mengalami kebakaran, bagaiman kerja sebuah mesin jahit, dan sebagainya.

Tipe tulisan ekspositoris yang berlainan adalah definisi yang luas untuk menjelaskan suatu istilah. Hal ini sering dijumpai dalam penulisan karya tulis tentang pengertian teknis, penulisan laporan dan sebagainya. Tipe ini tidak mudah untuk dikerjakan, sebab ada topik-topik yang sulit untuk dijelaskan. Misalnya, demokrasi, kebahagiaan, kemiskinan, dan sebagainya. Jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan ini yaitu, kita harus menguraikan seluas-luasnya pengertian-pengertian dengan memperhatikan segala macam kemungkinan dan situasi sehingga setiap pembaca akan merasa puas telah membaca uraian tentang topik-topik tadi. Selanjutnya, pembaca akan lebih mudah menangkap dan memahami pesan atau amanat yang ingin disampaikan penulis melalui tulisannya tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pokok pembicaraan atau topik karangan ilmiah.

Jenis penyajian topik yang lebih sulit dari eksposisi adalah argumentasi. Argumentasi sebenarnya suatu bentuk eksposisi dengan sifat yang jauh lebih sulit dan pengajuan pembuktian-pembuktian. Argumentasi harus mengandung analisa, data, fakta, yang dapat mendukung opini atau argumen yang menyangkut pemecahan suatu pokok persoalan atas bagian-bagiannya maupun suatu klasifikasi yang lebih luas. Salah satu contoh ketika argumentasi mempertanyakan: Apakah kelemahan perfilman nasional? Untuk menjawab dan mengajukan argumen yang meyakinkan kita harus memberikan bukti yang menunjukkan bahwa perfilman nasional dalam kondisi yang tidak baik atau lemah. Dalam hal ini diperlukan analisis dan fakta-fakta dalam proses perkembangan perfilman nasional sehingga kita memperoleh bukti yang akurat dan argumen yang beralasan sebagai topik pembicaraan karangan kita.

Dalam tulisan semacam itu penulis harus menjaga agar dasar pemikirannya diuraikan secara jelas. Penulis harus mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat pendapat dalam porsi yang lebih banyak dibandingkan dugaan-dugaan, sehingga penulis lebih baik menulis sesuatu yang menarik perhatian dan benar-benar ia kuasai daripada menulis pokok-pokok yang tidak menarik dan tidak ia ketahui sama sekali.

Pertama-tama sebuah topik harus menarik perhatian penulis sendiri. Dapat kita bayangkan ketika kita menulis tentang sesuatu yang tidak kita sukai dan tidak menarik perhatian. Kita akan menemukan banyak kesulitan dan akibatnya munculnya banyak hambatan. Bahkan dapat pula berujung pada terbengkalainya proses penulisan karena fokus pemikiran kita tidak mencintai apa yang kita tulis. Sebaliknya ketika kita menulis mengenai apa yang kita sukai, kita akan terus didorong untuk menyelesaikan tulisan itu sebaik-baiknya. Akan muncul dari dalam diri yang membuat kita merasa mengerjakan tulisan merupakan hal yang menyenangkan. Sebagai contoh seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi yang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan perekonomian akan lebih mudah menulis mengenai topic perekonomian,karena hal itu merupakan bidang yang ia kuasai dan cintai.

Aspek kedua yang harus dipenuhi dalam penulisan karangan ilmiah yaitu, penulis harus mengetahui pokok pikiran atau topik dari tulisannya. Artinya, penulis harus memahami prinsip-prinsip dan konsep dasar dari dasar penulisannya. Jika seorang penulis tidak memahami apa yang dia tulis maka dapat dipastikan tulisan yang dia hasilkan tidak akan bermakna, sebab sang penulis bahkan tidak tahu apa yang dia sampaikan kepada pembacanya. Sebaliknya, jika penulis menguasai atau sekurang-kurangnya mamahami konsep dasar topiknya, ia akan berusaha mencari data-data melalui penelitian, observasi, wawancara, sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu akan bertambah dalam. Dengan pengetahuan yang dimilikinya penulis sanggup menguraikan topik sebaik-baiknya.

Kedua syarat diatas masih ditambah dengan satu syarat lain, yaitu topik jangan terlalu baru, telalu teknis, dan terlalu kontroversial. Topik yang terlalu baru, sering membawa kita dalam permasalahan dalam menemukan data-data pendukung yang aktual. Sedangkan topik yang terlalu teknis membutuhkan pertangungjawaban ilmiah yang lebih rumit. Tulisan mahasiswa memang diarahkan dalam penulisan karangan ilmiah, namun belum diarahkan suatu tulisan yang sangat teknis sebab masih terlalu banyak nuansa terminologi yang belum dapat dipertangungjawabkan.

Demikian suatu topik yang terlalu kontroversial juga akan menimbulkan bagi penulis untuk betindak secara objektif. Ketika penulis menghadapi autoritas-autoritas yang berbeda, Ia akan memiliki kecenderungan untuk memilih autoritas yang lebih dekat dengannya. Misalnya yang seideologi, kekerabatan, dan sebagainya. Dengan topik yang lebih universal penulis akan lebih mudah menempatkan dirinya dalam permasalahan tersebut. Sebab, topik yang universal akan meminimalisir keberpihakan penulis dan memberikan opini yang lebih umum dalam tulisannya.

2) Pembatasan Topik

Ketika seseorang pertama-tama menulis, ia selalu dihadapkan pada persoalan apa yang akan ditulis,berapa panjang tulisan itu. Penulis mungkin sudah mengetahui apa yang akan ditulis, namun pengeatahuan tentang topik tersebut belum mencukupi. Ia harus membatasi lagi subjek tadi agar ia tidak hanyut dalam persoalan yang tidak ada habisnya serta tidak menyimpang dari tujuan awal penulisannya.

Penulis harus yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan terbatas, sehingga topik tersebut sangat khusus untuk digarap. Pada umumnya penulis baru memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan sesuatu dalam uraian yang terlalu umum, akibatnya uraian menjadi tidak tepat dan cermat. Pembatasan topik membantu penulis dalam beberapa hal. Pertama pembatasan memungkinkan penulis untuk menulis dengan penuh keyakinan dan kepercayaan karena pokok penulisan tersebut benar-benar diketahuinya.

Penyempitan topik juga akan membantu penulis dalam mengadakan penelitian yang intensif mengenai permasalahan yang dibahas. Penulis akan mudah memilih hal yang akan dikembangkan. Pengamatan atau observasi lebih mudah dilakukan ketika hal-hal yang diamati merupakan pengalamannya sendiri. Pengalaman yang bersifat lebih khusus akan membantu penulis lebih fokus dalam mencapai tujuan-tujuan dan pokok pemikiran tulisannya.

Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan cara berikut :
a) Menetapkan topik yang ingin digarap dalam kedudukan sentral. Artinya topik utama harus ditengahkan dan dijadikan pusat perhatian serta dasar pemikiran dan acuan utama selama proses penulisan. Tidak diperbolehkan adanya topik atau masalah lain yang menyimpang atau bertentangan dari topik sentral tersebut.

b) Mengajukan pertanyaan apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat diperinci lebih lanjut. Dalam hal ini penulis harus melihat kemungkinan-kemungkinan bahwa topik sentral masih memiliki bagian-bagian detail yang harus dijelakan secara terperinci. Maka bagian-bagian ini diletakkan dalam sub-sub materi.

c) Menetapkan bagian dari perincian tadi yang akan dipilih. Tidak semua bagian detail dari topik sentral harus dijelaskan terperinci. Penulis harus mampu memilah submateri mana yang perlu dijelaskan secara terurai dan topik mana yang perlu diuraikan secukupnya saja, sebab tidak semua bagian dari topik sentral merupakan bagian penting yang perlu dijelaskan secara terperinci.

d) Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih perlu diperinci lebih lanjut. Penulis harus melihat kemungkinan bhawa submateri dari topik sentral masih mungkin untuk dijelaskan dan diperinci lebih teliti lagi. Namun penulis harus cermat dalam menentukannya karena ketidakcermatan perincian submateri justru akan membuat batasan topik menjadi lebih luas, sehingga tulisan tidak akan fokus dan justru menyimpang dari dasar pemikiran semula.

Sebagai contoh dalam pembatasan topik kita menetapkan topic sentral adalah “Masalah pembajakan”. Berdasarkan pengajuan pertanyaan topic sentral itu masih dapat dikembangkan menjadi “Masalah Pembajakan di Industri Musik Indonesia”. Selanjutnya kita memilih bagian-bagian perincian yang ingin kita bahas lebih lanjut,misalnya pelanggaran hak cipta artis atau seniman,pembajakan kaset,dan VCD palsu. Lalu kita mengajukan pertanyaan apakah sektor-sektor tersebut masih kita perinci secara lanjut contohnya kerugian pihak label musik,maraknya pasar kaset atau VCD palsu dan sebagainya.

Besarnya sebuah tema yang disampaikan penulis tergantung dari penulis-penulis itu sendiri. Ketika penulis mengangkat tema umum yang digemari, Ia dimungkinkan akan terlalu jauh membuat penyimpangan. Topik yang terlalu umum akan menimbulkan keragu-raguan dan kekaburan. Akibatnya Ia tidak tahu dimana harus memulai, dimana harus berakhir. Oleh karena itu setiap penulis harus membatasi dirinya pada satu segi khusus dari topik yang umum tadi.

Untuk kelengkapan isi makalah silahkan Download

PENALARAN DALAM KARYA TULIS ILMIAH

Julian Cholse

A. Pendahuluan

Karya ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus disebarluaskan kepada pihak yang secara tidak lansung berhadapan dengan penulis baik pada saat penulisan diterbitkan. Kecermatan bahasa menjamin bahwa makna yang disampaikan penulis akan sama persis seperti yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Ciri bahasa keilmuan adalah kemampuan bahasa tersebut untuk mengungkapkan gagasan dan pikiran yang kompleks dan abstrak secara cermat. Kecermatan gagasan dan buah pikiran hanya dapat dilakukan kalau struktur bahasa sudah canggih dan mantap. Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan muthlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Aspek pikiran dan penalaran merupakan aspek yang membedakan bahasa manusia dan makhluk lain. Selanjutnya, disimpulkan bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum berkembang sepesat aspek kultural. Demikian juga, kemampuan berbahasa Indonesia untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat kurang apalagi dalam komunikasi tulisan. Karya tulis ilmiah menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu harus memenuhi ragam bahasa standar dan bukan bahasa informal atau pergaulan.
Hubungan antara pikiran dengan bahasa merupakan hubungan dua arah, yakni bahasa memengaruhi pikiran dan demikian juga pikiran memengaruhi bahasa. Hubungan antara bahasa dengan pikiran melibatkan banyak faktordan terjalin sangat rumit (Fe-nigan dan Besniar, 1993). Kegiatan berpikir diwujudkan dalam tiga tindak penalaran, yakni tindak pemahaman sederhana, penyu-sunan afirmasi/negasi, dan penyusunan sim-pulan. Tindak penyusunan simpulan meru-pakan tindak penalaran yang didasarkan ke-benaran yang telah diketahui sebelumnya (lama) untuk memperoleh pengetahuan baru (Sulivan, 1963). Berdasarkan pandangan itu, dapat dikatakan bahwa bahasa lisan atau tulis merupakan wahana untuk mewadahi penalaran penuturnya. Dengan demikian, karya tulis dapat digunakan sebagai wahana untuk melihat penalaran penuturnya.


B. Penalaran dalam Karangan Ilmiah

Penalaran menurut Anton M. Moeliono (1989), penalaran adalah pengambilan simpulan (conclusion, inference) dari bahan bukti atau petunjuk (evidence). Penalaran menurut Widjono Hs penalaran adalah (1) Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan, (2) menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan, (3) Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru, (4) Dalam karangan terdiri dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menghasilkan dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat dan simpulan, (5) Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.

1. Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Penalaran induktif pada dasarnya terdiri dari 3 macam : generalisasi, analogi, dan sebab akibat. Generalisasi adalah penalaran berdasarkan atas pengamatan sejumlah segala yang bersifat khusus, serupa, atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum. Sebab akibat adalah proses penalaran berdasarkan hubungan ketergabungan antargejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab, sebab-akibat-akibat.

Contoh :
Seorang polisi lalulintas mengamati proses peristiwa di tempat kejadian perkara suatu kecelakaan lalulintas di perempatan Rawamangun Muka, persilangan Rawamangun Muka-Utan kayu dan Cililitan-Tanjung Priok yang terjadi pada tanggal 10 Juli 2000 pukul 12.30 WIB. Sebuah sepeda motor dari arah Tanjung Priok menabrak mobil sehingga pintu mobil di bagian kiri rusak, penyot sedalam 10 cm, dan sepeda motor tergeletak di dekat mobil yang ditabraknya. Seorang saksi mata menuturkan bahwa pengendara sepeda motor tersebut terkapar jatuh 1.5 m di sebelah kiri sepeda motornya. Dalam pengamatanya, melalui proses penghitungan waktu, polisi menyatakan bahwa pada saat mobil melintas dari arah Cililitan ke Rawamangun Muka lampu hijau menyala dan dibenarkan oleh para saksi. Polisi menyatakan bahwa dalam keadaan lampu merah sepeda motor berkecepatan tinggi dari arah Tanjung Priok menabrak mobil yang sedang berbelok dari arah selatan ke arah Rawamangun Muka. Hasil pengamatan : pengendara sepeda motor terbukti bersalah. Kesimpulan : (1)pengendara sepeda motor harus membiayai perbaikan mobil yang ditabraknya, (2)Membayar denda atas pelanggarannya.
Karangan ilmiah kualitatif induktif dilandasi penalaran (1) observasi data, (2) menyusun estimasi, (3) verifikasi analisis pembuktian, (4) pembenaran / komparasi konstan (terus-menerus dan berkelanjutan sampai suatu simpulan), (5) konfirmasi (penegasan dan pengesahan) melalui pengujian hipotesis , (6) hasil generalisasi /induksi.

2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses berfikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang di sertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap atau fakta yang berlaku khusus. Karangan deduktif mempunyai bermacam-macam jenis berdasarkan tehnik pengembangan-nya maupun urain isinya. Dalam paragraph jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Contoh
Pengembangan perekonomian Indonesia belum berpihak kepada rakyat kecil. Pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) belum mengembirakan, produk ekspor belum secepat yang di harapkan, dan nilai tukar dolar cenderung menurun. Kondisi ini diperburuk oleh ketidakcerdasaan masyarakat menyikapi potensi nasional yang belum bermanfaat dengan baik. Misalnya : kekayaan laut setiap tahun hilang sia-sia sebesar 4 s.d. 5 milliar USD padahal oara nelayan kita menangis kelaparan. Tanah yang busur untuk berbagai komoditas (kapas, cokelat, dan sayur-mayur belum diberdayakan. Padahal petani dan buruh-tani kita menyekolahkan anaknyapun tidak mampu. Situasi menyedihkan jika pabrik tekstil lebih suka mengimpor kapas dari Negara industri yang sudah sangat maju. Kekayaan hutan mengalir ke Negara tetangga secara illegal. Padahal pengolahan kekayaan tersebut dapat menciptakan lapangan kerja bagi para penganggur. Selain itu, paradigma para petani dan pengusaha sering tidak sejalan misalnya: pabrik gula memerlukan tebu tetapi tidak banyak petani menanam tebu; pabrik tekstil memerlukan kapas; tetapi pengusaha tekstil lebih suka mengimpor kapas dari Amerika. Pabrik sepatu memerlukan peternak penghasil kulit, tetapi tidak banyak peternak tidak melakukanya. Pengusaha cenderung mengimpornya bahan baku tersebut. Padahal, produksi bahan baku ini daoat memberikan lapangan kerja yang cukup besar jika diproduksi secara nasional. Kondisi ini masih di perburuk oleh barang penyelendupan yang membanjiri masyarakat kita. Padahal produk yang sudah dihasilkan belum laku terhual – buruh kecil terancam PHK. Perekonomian nelayan, petani dan buruh kecil belum layak.

Paragraph di atas berupa karangan kualitatif deduktif, proses penalaran diawali dengan

(1) pernyataan yang besifat mu: perekonomian Indonesia belum berpihak kepada rakyat kecil.
(2) pembahasan kualifikasi perekonomian yang kurang berkembang.
(3) Spesifikasi perekonomian masyarakat kecil dalam bidang tertentu bagi: nelayan, petani buruh,
(4) Perekonomian nelayan petani, buruh kecil belum layak (deduktif)
Karangan kualitatif sering di gunakan dalam pembahasan masalah-masalahhumaniora (sastra, kemanusiaan, cinta kasih, penderitaan, dan lain-lain). Naum, kualifikasi produk yang bernilai ekonomi, seperti: keindahan pakaian, kecantikan,keserasian, dan lain-laindapat pula menggunakan jenis karangan ini/ selain itu, karangan jenis ini dapat pula berisi pembahasan produk teknologi yang dipadukan dengan seni, misalnya keindahan rumah, kemewahan mobil, dan kenyamanan menumpang pesawat terbang. Karangan jenis ini ditandai tanpa adanya angka kuantitatif.
Dalam karangan (laporan penelitian) deduktif di tandai dengan penggunaa angka kuatitatif yang bersifat rasional. Proses penalaran dapat di gambarkan dengan diagram berikut (Penalaran deduktif / induktif). Secara rinci proses tersebut mnguraikan

(1) bidang observasi; berdasarkan bidang studi kajian.
(2) rumusan masalah; pertanyaan yang akan dibahas.
(3) Kerangka teori; berisi pola pembahasan varibel.
(4) Tujuan, tahapan yang hendak dicapai.
(5) Rumusah hipotesis dan penjelasanya.
(6) Deskriptif data; diperlukan untuk mengujikan hipotesis.
(7) Desain penelitian (metode penelitian); proses pengumpulan data, pengolahan, hasil analisis data sampai dengan simpulan.
(8) Analisis data
(9) Hasil analisis, dan
(10) Simpulan deduktif; interpretasi atas hasil.


Untuk kelengkapan isi makalah silahkan Download

KONVENSI DAN PENYUSUNAN NASKAH

Julian Cholse

A. Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa sangat dekat dengan karangan ilmiah. Mahasiswa dituntut untuk memperhatikan struktur-struktur dalam penyusunan karangan ilmiah. Dewasa ini mahasiswa seringkali mengabaikan stuktur-stuktur dalam karangan ilmiah. Oleh karena itu, masih sering kita jumpai karangan ilmiah yang terdapat kesalahan dalam penyusunannya. Kesalahan itu meliputi pengetikan, kelengkapan struktur, dan penyusunan. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami bagaimana susunan karangan ilmiah yang baik dan benar.

B. Penyuntingan

Dalam pembuatan karangan ilmiah setiap Perguruan Tinggi mempunyai ketentuan tentang prosedur pembuatan, yang pada dasarnya bahwa konvensi penulisannya sama. Perihal yang menyangkut penulisan karangan ilmiah di antaranya bentuk karangan ilmiah dan bagian-bagian karangan ilmiah. Dalam penyuntingan naskah karangan ilmiah kedua hal tersebut harus sangat diperhatikan dan terutama bahasa baku. Kelayakannya untuk disajikan kepada pembaca, biasanya menjadi pertimbangan dalam penyuntingan naskah. Terjadinya kesalahan dan kekurang-sempurnaan yang terkait dengan naskah karangan ilmiah maupun bahasanyalah yang serimg menjadi pertimbangan dalam penyuntingan karangan ilmiah.
Penyuntingan karangan ilmiah mempunyai tujuan memperbaiki format naskah, urutan pembahasaan, pengendalian variabel, bahasa, keindahan tampilan, posisi tampilan, perwajahan, halaman, komposisi, dan kelengkapan naskah.

C. Konvensi Naskah

Konvensi naskah adalah penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan aturan kelaziman yang sudah disepakati. Para akademis di perguruan tinggi cenderung menjadikan kelaziman dan kesepakatan ini aturan baku. Namun, model naskah yang sudah lazim atau berdasarkan konvensi tidak hanya digunakan oleh akademisi di perguruan tinggi. Para professional dalam berbagai bidang disiplin ilmu yang bekerja pada lembaga pemerintahan dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri senantiasa menggunakannya.
Aturan pengetikan, pengorganisasian materi utama, pengorganisasian materi lengkap, bahasa, dan kelengkapan penulisan lainnya merupakan konvensi naskah yang biasanya digunakan.

D. Syarat Pengetikan

1. Kertas HVS berukuran kuarto/letter(21,59 X 27,94 cm) atau kertas berukuran A4 (21 X 29,7 cm). Pengetikan hanya pada satu sisi halaman setiap lembarnya dan tidak bolak-balik.
2. Batas margin tepi atas 4 cm , kiri 4 cm, bawah 3 cm, dan kanan 3 cm.
3. Huruf penulisan naskah diantaranya pika, arial, atau times new roman pada MS Word computer. Font untuk penulisan judul antara 16 s.d. 20sesuai dengan panjang-pendek judul.
4. Margin diusahakan lurus antara kiri dan kanan, tidak merusak kaidah bahasa, pemenggalan kata, serta memperhatikan tanda hubung, dan jarak antar kata. Jarak tajuk dan judul bab dari tepi atas 6,5 cm.
5. Jarak spasi antarbaris dua sspasi, antarparagraf tiga spasi, antar teks dan contoh tiga spasi, antara tajuk dan uraian empat spasi, jarak antara uraian dan subjudul di bawahnya tiga spasi.

E. Pengorganisasian Karangan

Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan secara formal, benar, cermat, logis, wawasan keilmuan bidang kajian, dan format pengetikan yang sistematis.
Unsur Karangan Ilmiah:
• Pelengkap Pendahuluan
• Judul sampul
• Halaman judul
• Halaman persembahan (bila dibutuhkan)
• Halaman pengesahan (bila dibuthkan)
• Kata pengantar
• Abstrak
• Daftar isi
• Daftar gambar
• Daftar tabel
• Inti karangan
• Pendahuluan
• Bagian utama
• Kesimpulan
• Pelengkap kesimpulan
• Daftar pustaka
• Lampiran
• Indeks
• Riwayat Hidup Penulis

F. Pelengkap Pendahuluan

F.1 Halaman sampul dan Halaman judul

a. Halaman judul mencantumkan nama karangan, penjelasan adanya tugas, nama pengarang, kelengkapan identitas pengarang(nomor induk/registrasi, kelas, nomor presensi), nama unit studi/kerja, dan nama lembaga(jurusan, fakultas, universitas) nama kota, dan tahun penulisan.

b. Unsur penyusunan judul
(1) Judul gambaran isi karangan.
(2) Judul dapat menarik pembaca baik makna maupun penulisan.
(3) Sampul: nama karangan, penulis, penerbit
(4) Halaman judul: nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis, dan penerbit.
(5) Untuk karangan formal seluruh frasa ditulis pada posisi tengan secara simetri, atau lorus pada margin kiri untuk karangan yang tidak terlalu formal.
(6) Judul diketik dengan huruf Kapital.

c. Penjelasan tentang tugas ditulis dalam bentuk kalimat.

d. Nama penulis ditulis dengan huruf Kapital, Nomor Induk Mahasiswa ditulis di bawah nama.

e. Logo universitasuntuk skripsi, tesis, dan disertasi; untuk makalah ilmiah tidak harus mengunakan logo.

f. Mencantumkan program studi, jurusan, fakultas, universitas, nama kota, dan tahun penulisan dengan huruf kapital.

g. Hal_hal yang harus dihindari:
(1) Komposisi tidak menarik
(2) Tidak estetik
(3) Hiasan gambar tidak relevan
(4) Variasi huruf jenis huruf
(5) Kata ditulis oleh
(6) Kata NIM/NRP
(7) Hiasan, tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi
(8) Kata-kata yang berisi slogan
(9) Ungkapan emosional
(10) Menuliskan yang tidak penting

F.2. Halaman Pengesahan

Halaman pengesahan digunakan sebgai pembuktian bahwa karya ilmiah yang telah ditandatangani oleh pembimbing, pembaca, dan ketua jurusantelah memenuhi persyaratan administratif sebagai karya ilmiah. Halaman pengesahan biasanya digunakan untuk penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, sedangkan makalah ilmiah tidak mengharuskan adanya halaman pengesahan. Judul skipsi seluruhnya ditulis dengan huruf capital pada posisi tengah antara margin kanan dan kiri.
Nama lengkap termasuk gelar akademis pembimbing ditulis secara benar dan disusun secara simetri kiri- kanan dan atas- bawah.

Hal- hal yang harus dihindarkan:
a. Menggarisbawahi nama dan kata- kata lain
b. Mencetak nama dengan huruf capital seluruhnya
c. Tulisan melampaui garis tepi
d. Menggunakan titik atau koma pada akhir nama
e. Menulis nama tidak lengkap
f. Menggunakan huruf yang tidak standar
g. Tidak mencantumkan gelar akademis
h. Menuliskan kata bapak atau ibu di depan nama

F.3. Kata Pengantar

Kata pengantar merupakan bagian dari suatu karangan ilmiah atau makalah yang berisikan penjelasan mengapa karangan ini dibuat. Setiap karangan ilmiah, seperti: buku, skripsi, thesis, disertasi, makalah, atau laporan formal ilmiah harus menggunakan kata pengantar. Hal- hal yang disajikan dalam kata pengantar pun harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.
Berikut informasi yang harus disajikan dalam kata pengantar:

1. Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Penjelasan adanya tugas penugasan karangan ilmiah
3. Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah
4. Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekelompok orang atau organisasi
5. Ucapan terima kasih kepada seseorang atau lembaga yang telah membantu
6. Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa disertai tanda tangan
7. Harapan penulis atas karangan tersebut
8. Manfaat bagi pembaca
9. Keterbukaan penulis untuk menerima kritik dan saran

Kata pengantar merupakan salah satu unsur terpenting dari keseluruhan karya ilmiah. Sifatnya formal dan ilmiah. Oleh karena itu, kata pengantar harus ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar. Isi kata pengantar tentu saja tidak menyajikan isi karangan, atau hal- hal lain yang tertulis di bagian pendahuluan, naskah utama, dan simpulan. Begitu juga sebaliknya, apa yang telah tertulis di dalam kata pengantar tidak ditulis ulang dalam isi karangan.
Berikut hal- hal yang harus dihindarkan dalam penulisan kata pengantar:
1. menguraikan isi karangan
2. mengungkapkan perasaan secara berlebihan
3. menyalahi aturan dan kaidah bahasa
4. menunjukkan sikap kurang percaya diri
5. kurang meyakinkan
6. kata pengantar terlalu panjang dan tidak efektif
7. menuliskan kata pengantar semacam sambutan
Berikut beberapa contoh kata pengantar yang mengandung unsur kesalahan, baik kesalahan bahasa,diksi, maupun kalimat.

(1). Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan Rahmat dan Hidayah-Nya, maka selesailah tugas Bahasa Indonesia dengan tema: Kasus Bailout Bank Century.
Pembetulan:
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan paper ”Kasus Bailout Bank Century,” dapat diselesaikan dengan baik.
Analisis:
1. Kesalahan pertama: penggunaan kosakata yang lazim digunakan dalam bahasa pergaulan dan bahasa lisan (memanjatkan puji dan syukur kepada.......dengan rahmat dan hidayah-Nya) diubah menjadi ”Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa..........”. Hal ini disebabkan karena penggunaan kata ”memanjatkan” seharusnya digunakan dalam bahasa lisan
2. Kesalahan kedua: penulisan kata ”Rahmat dan Hidayah-Nya” ditulis dengan menggunakan huruf kecil saja karena bukan merupakan kata yang memerlukan penggunaan huruf besar.
3. Kesalahan ketiga: kata ”kami” seharusnya diganti dengan kata penulis.

Untuk Kelengkapan isi makalah silahkan Download

PENULISAN KERANGKA KARANGAN

Julian Cholse

A. Pengantar

Pada umumnya, dalam penulisan sebuah karangan, diperlukan sebuah perencanaan untuk mengetahui bagian mana yang sudah baik dan bagian mana yang masih perlu disempurnakan kembali. Jarang sekali ada penulis yang langsung dapat menuangkan isi pikirannya sekaligus secara teratur, terperinci, dan sempurna di atas kertas. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dalam membuat sebuah karangan, jarang ada orang-orang yang merumuskan kerangka karangan terlebih dulu, terutama kaum awam yang bukan dari kalangan penulis. Banyak orang menganggap bahwa kerangka karangan adalah suatu hal yang tidak wajib dan tidak memberikan banyak manfaat dalam penulisan karangan. Padahal, kerangka karangan memberikan perencanaan bagaimana karangan hendak dibuat. Maka dari itu, penulis pertama-tama harus membuat sebuah bagan atau sebuah rencana kerja, yang setiap kali dapat mengalami perbaikan dan penyempurnaan, sehingga mencapai bentuk yang lebih sempurna. Selain itu, hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dapat terlihat dengan jelas. Metode yang dimaksud adalah kerangka karangan atau outline.
Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu hasil yang semakin sempurna. Dengan kerangka karangan, rangkaian ide dapat disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Jadi secara singkat, dapat dikatakan kerangka karangan adalah rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.


B. Manfaat Kerangka Karangan

Metode kerangka karangan membantu setiap penulis untuk meminimalkan kesalahan yang mungkin dapat terjadi. Manfaat kerangka karangan antara lain:

a. Untuk menyusun karangan secara teratur

Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat gagasan, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal balik antara gagasan sudah tepat atau belum, dan apakah gagasan itu sudah disajikan dengan baik dan harmonis dalam perimbangannya.

b. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda

Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks, terdapat sejumlah bagian yang berbeda kepentingannya terhadap klimaks utama. Setiiap bagian juga memiliki klimaks tersendiri, hal ini bertujuan pembaca dapat terpikat secara terus-menerus.

c. Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih

Penyelesaian suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu dilakukan. Karena hal tersebut hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan, misalnya bila penulis tidak sadar akan pendapatnya yang pertama dan pendapatnya yang lain. Hal ini dapat menyebabkan dua pendapat yang saling bertentangan satu sama lain terhadap topik yang sama.

d. Memudahkan penulis untuk mencari materi baru

Dengan menggunakan perincian dalam kerangka karangan penulis dengan mudah akan mencari data atau fakta untuk dapat memperjelas atau membuktikan pendapatnya.

e. Mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik, judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan

Dengan menyusun kerangka karangan, diharapkan tidak ada pembahasan yang keluar dari topik semula.

f. Memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi pembahasan

Kerangka karangan dapat menunjukkan bagian mana yang sesuai atau tidak sesuai dengan topik, sehingga bisa dilihat bagian yang kurang atau berlebihan dalam suatu karangan.

Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan. Dengan demikian, tesis atau pengungkapan maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan.


C. Penyusunan Kerangka Karangan

Suatu kerangka karangan yang baik tidak hanya sekali dibuat. Penulis selalu berusaha menyempurnakan bentuk yang pertama sehingga diperoleh bentuk yang baik. Berikut langkah-langkah yang perlu diikuti, terutama bagi mereka yang baru mulai menulis:

a. Merumuskan tema yang jelas

Tema dirumuskan berdasarkan topik dan tujuan yang hendak dicapai dari penulisan karangan. Tema juga harus dirumuskan dalam bentuk tesis atau pengungkapan maksud, sehingga tujuan penulisan karangan tersebut jelas.

b. Menginventarisasi topik-topik bawahan yang dianggap perincian dari tesis atau pengungkapan maksud

Inventarisasi topik merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud rumusan tema. Dalam hal ini, penulis dapat mencatat sebanyak-banyaknya topik yang terlintas dalam pikirannya.

c. Mengevaluasi seluruh topik

Evaluasi topik dapat dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Harus diperhatikan apakah topik-topik tersebut sudah memiliki pertalian atau relevansi dengan tesis atau pengungkapan maksud. Jika tidak ada pertalian sama sekali, sebaiknya topik tersebut dihilangkan dari daftar.

2. Topik-topik yang masih dipertahankan harus dievaluasi lebih lanjut. Topik-topik yang masih dipertahankan harus dievaluasi lagi, apakah ada lebih dari satu topik yang membahas hal yang sama, walaupun dirumuskan dengan cara yang berbeda. Apabila terjadi hal seperti itu, harus diadakan perumusan baru yang mencakup topik semua topik tersebut.

3. Harus dievaluasi lagi apakah semua topik sifatnya sederajat atau tidak. Jika ada, hendaknya topik-topik bawahan itu dimasukkan ke dalam topik yang lebih tinggi kedudukannya, tetapi bila topik bawahan itu hanya ada satu, sebaiknya dilengkapi dengan topik-topik bawahan yang lain.

4. Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang kedudukannya sederajat, tetapi lebih rendah dari topik-topik yang lain. Jika demikian, usahakanlah untuk mencari satu topik yang lebih tinggi guna membawahi topik-topik tersebut.

d. Untuk mendapatkan kerangka karangan yang sangat terperinci, maka kita harus mengevaluasi dan menganalisis kesetaraan topik berulang-ulang agar kita dapat menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatannya.

e. Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari tesis atau pengungkapan maksud. Dengan adanya pola susunan tersebut, semua perincian akan tersusun kembali, sehingga akan diperoleh sebuah karangan yang baik.

D. Pola Susunan Kerangka Karangan

Pola karangan dibuat agar kerangka karangan dapat tersusun secara teratur. Pola karangan terdiri dari beberapa tipe susunan dan cara. Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis. Pola ilmiah adalah pola yang didasarkan atas urutan-urutan kejadian, tempat, atau ruang. Pola logis lebih dipengaruhi oleh jalan pikiran manusia tentang persoalan yang tengah dikerjakan itu dan cara menghadapinya.

a. Pola Alamiah

Pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan yang sesuai dengan keadaan nyata di alam. Oleh sebab itu, susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu (urutan kronologis), urutan berdasarkan ruang (urutan spasial), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada.

1. Urutan waktu (kronologis)

Urutan waktu adalah urutan yang pada runtutan peristiwa atau tahap-tahap kejadian. Caranya adalah dengan mengurutkan kejadian berdasarkan urutan kejadiannya. Peristiwa yang satu mendahului yang lain atau suatu peristiwa mengikuti peristiwa yang lain. Terkadang suatu peristiwa tidak akan terlihat menarik jika tidak dilihat sebagai suatu rangkaian dengan peristiwa-peristiwa lainnya, sehingga urutan waktu harus diperhatikan.
Urutan kronologis sering digunakan dalam roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan flashback sejak awal hinga titik yang menegangkan. Uraian selanjutnya mencakup perkembangan sesudah apa yang dikemukakan dalam bagian pertama yaitu titik yang menegangkan.
Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu-satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah. Sering, terutama dalam menjelaskan suatu proses, urutan ini merupakan cara yang esensial.

2. Urutan ruang (spasial)

Urutan ruang menjadi landasan yang paling penting jika topik memiliki hubungan yang erat dengan aspek keruangan. Urutan ini sering digunakan terutama dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif. Jalan pikiran penulis akan mudah diikuti secara teratur oleh pembaca jika aspek keruangan digambarkan secara berurutan. Uraian tentang kepadatan penduduk digambarkan dengan urutan geografis, dari timur ke barat atau dari utara ke selatan.

3. Topik yang ada

Suatu pola peralihan yang dapat dimasukkan ke dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada. Suatu barang, hal, atau peristiwa sudah dikenal dengan bagian-bagian tertentu. Untuk menjelaskan hal tersebut secara lengkap, bagian-bagian itu harus dijelaskan secara berturut-turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan mana yang lebih penting dari bagian lainnya, dan tanpa memberi tanggapan atas bagian-bagian itu. Penulis diperbolehkan menguraikan bagian-bagian itu tanpa implikasi bahwa yang diuraikan lebih dahulu adalah bagian yang lebih penting daripada yang diuraikan sesudahnya.

b. Pola Logis

1. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks

Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang memiliki pendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya. Jika posisi yang paling penting kedudukannya itu berada di belakang, urutan ini disebut klimaks. Dalam urutan klimaks, pengarang mengurutkan bagian-bagian dari topik itu ke dalam suatu urutan yang semakin dalam kepentingannya, dimulai dari yang paling rendah kepentingannya.
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks. Dalam urutan ini, penulis mulai dari bagian-bagian yang paling penting dari sebuah rangkaian, dan berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kepentingannya. Urutan ini hanya efektif jika digunakan dalam penyajian hal-hal konkret, misalnya hierarki jabatan, sedangkan untuk mengemukakan hal-hal yang abstrak, urutan klimaks akan mengalami kesulitan karena tidak menarik perhatian. Pembaca tidak akan tertarik dan menaruh perhatian lagi karena hal-hal yang penting sudah dikemukakan di depan. Kekecewaan terhadap urutan anti klimaks disebabkan oleh kegagalan menempatkan bagian yang paling penting secara tepat.

2. Urutan Kausal

Urutan kausal mencakup dua pola, yaitu urutan sebab-akibat dan urutan akibat-sebab. Pada pola sebab-akibat, suatu permasalahan dianggap sebagai sebab, kemudian dilanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif jika digunakan dalam penulisan sejarah atau persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada umumnya. Sebaliknya dalam pola akibat-sebab, permasalahan dilihat sebagai suatu akibat yang dilanjutkan dengan perincian-perincian untuk menelusuri sebab-sebabnya. Cara ini merupakan cara yang paling umum digunakan dalam sebuah karangan.

3. Urutan Pemecahan Masalah

Urutan pemecahan masalah dimulai dengan suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju pemecahan masalah tersebut atau kesimpulan umum. Sekurang-kurangnya uraian yang menggunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, analisis mengenai sebab-sebab atau akibat-akibat dari persoalan, dan alternatif-alternatif untuk jalan keluar dari masalah yang dihadapi tersebut.
Untuk memecahkan masalah tersebut, penulis harus benar-benar menemukan semua sebab, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap hal baru bisa dikatakan masalah apabila akibat-akibatnya sudah mencapai titik kritis. Jadi untuk memecahkan masalah, hal yang dilakukan tidak sekadar menemukan sebab-sebab, melainkan juga menemukan semua akibat, baik secara langsung mapupun tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi, sehingga masalah bisa terselesaikan secara tuntas.

4. Urutan Umum-Khusus

Urutan ini terdiri dari dua corak, yaitu umum ke khusus dan khusus ke umum. Urutan dari umum ke khusus pertama-tama memperkenalkan kelompok-kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok-kelompok khusus yang lebih kecil. Contohnya, pertama-tama penulis menguraikan bangsa Indonesia secara keseluruhan, kemudian berlanjut ke hal-hal yang lebih khusus, seperti suku-suku bangsa di Indonesia. Dari uraian yang bersifat khusus tadi bisa dirinci lagi ke hal-hal yang lebih mendetail, misalnya uraian dari setiap suku di Indonesia. Urutan khusus–umum adalah kebalikan dari urutan umum–khusus. Penulis mengawali dengan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian beranjak ke hal-hal yang bersifat lebih umum yang mencakup hal-hal khusus tadi. Urutan ini lazim digunakan karena sesuai dengan corak berpikir manusia pada umumnya.
Urutan umum–khusus mengandung implikasi bahwa hal-hal yang bersifat umu sudah diketahui penulis, sehingga tugas selanjutnya adalah mengidentifikasi hal-hal khusus yang mengikuti pola umum tadi. Sebaliknya, urutan khusus-umum mengandung implikasi bahwa hal-hal yang bersifat umum maupun khusus belum diketahui sama sekali. Hanya untuk menemukan kaidah-kaidah umum perlu diselidiki terlebih dahulu hal-hal yang bersifat khusus secara saksama. Urutan umum–khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab–akibat, klimaks, pemecahan masalah, dan dapat pula mengambil bentuk klasifikasi atau ilustrasi. Dalam ilustrasi mula-mula dikemukakan suatu pernyataan umum, kemudian diajukan penjelasan-penjelasan yang dapat menunjang, dan bila perlu disajikan ilustrasi-ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, perbandingan, atau pertentangan.

Untuk Kelengkapan isi makalah silahkan Download

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Julian Cholse